Trenggalek, Jawa Timur — Sabung ayam dan cap jeki di Desa Karangsoko kini tak ubahnya pertunjukan hukum yang gagal. Tiap sore sejak pukul 15.00 WIB, suara teriakan dan taruhan uang tunai terdengar jelas dari arena judi yang berdiri tak jauh dari permukiman warga. Ironisnya, kegiatan yang jelas-jelas melanggar hukum ini berlangsung bebas tanpa gangguan, bahkan diduga dilindungi oleh oknum aparat.
Bukan sekadar kabar angin. Berdasarkan penelusuran di lapangan, perjudian ini dikelola oleh seorang pria berinisial “S”, yang dikenal sebagai tokoh utama di balik lancarnya aktivitas ilegal tersebut. Lebih mencurigakan lagi, lokasi tersebut dijaga oleh pihak berseragam, memunculkan dugaan keterlibatan unsur kekuasaan dalam bisnis haram ini.
“Kalau tidak ada ‘bekingan’, mana mungkin bisa jalan terus tiap hari? Penjudi dari luar kota pun datang, dan tetap aman,” ungkap seorang warga, yang meminta namanya tidak dipublikasikan demi keselamatan.
Perputaran Uang Besar, Penegakan Nol
Arena sabung ayam Karangsoko bukan hanya tempat bermain. Ini adalah pusat perputaran uang ilegal, dengan nilai taruhan yang bisa mencapai puluhan juta rupiah per hari. Peserta dan pengunjung datang dari luar Trenggalek — Blitar, Malang, Tulungagung — menandakan bahwa ini adalah jaringan perjudian yang bukan main-main.
Namun di tengah semua ini, Polres Trenggalek belum menunjukkan tindakan apa pun. Tak ada penggerebekan. Tak ada penutupan lokasi. Tak ada proses hukum. Yang ada hanyalah pembiaran — atau lebih tepatnya: pembungkaman hukum.
Aturan Ada, Tapi Tak Ditegakkan
Perjudian adalah tindak pidana, bukan pelanggaran ringan. Hukum Indonesia sudah sangat tegas:
📌 Pasal 303 KUHP
Barang siapa menyelenggarakan perjudian dapat dihukum hingga 10 tahun penjara atau denda hingga Rp 25 juta.
📌 Pasal 55 KUHP
Mereka yang membantu, memfasilitasi, atau turut serta, termasuk aparat yang melindungi, dapat diproses hukum sebagai pelaku.
📌 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Kepolisian wajib menegakkan hukum, menjaga ketertiban, dan melindungi masyarakat dari tindakan melawan hukum.
Namun semua pasal ini tampaknya tidak berlaku di Karangsoko. Hukum menjadi tidak bergigi saat berhadapan dengan uang dan pengaruh.
Keresahan Masyarakat Meningkat: “Kami Sudah Cemas dan Lelah”
Keresahan masyarakat bukan sekadar soal gangguan suara atau lalu lintas. Ini tentang kerusakan moral generasi muda, rasa takut akan kekerasan, dan hilangnya kepercayaan terhadap negara.
“Judi ini sudah bukan main-main. Bukan lagi soal ayam, tapi soal anak-anak kami yang tumbuh di lingkungan yang rusak. Kami lelah,” ujar seorang tokoh masyarakat.
Warga mengaku takut melapor. Mereka khawatir menjadi sasaran intimidasi, apalagi jika benar bahwa oknum aparat terlibat dalam perlindungan arena tersebut.
Empat Seruan Mendesak Warga Karangsoko:
1. Tutup dan bersihkan arena judi sabung ayam dan cap jeki.
2. Tangkap pelaku utama dan fasilitator jaringan.
3. Usut tuntas dugaan keterlibatan oknum aparat.
4. Pulihkan rasa aman dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum.
Polda Jawa Timur Diminta Bertindak, Jangan Diam Seperti Polres
Karena Polres Trenggalek terkesan abai, kini masyarakat menggantungkan harapan terakhir mereka kepada Polda Jawa Timur. Penindakan dari tingkat provinsi dinilai penting untuk menghindari konflik kepentingan lokal dan membongkar jaringan lebih dalam.
“Kami butuh tindakan dari level yang lebih tinggi. Kalau yang lokal tak sanggup, jangan biarkan rakyat terus hidup dalam ketakutan,” ujar warga lainnya.
Jika Tak Ada Tindakan, Ini Akan Dicatat sebagai Gagalnya Penegakan Hukum
Setiap hari yang dibiarkan berlalu tanpa tindakan adalah bukti bahwa hukum bisa dikompromikan. Jika perjudian di Karangsoko dibiarkan terus berjalan, maka yang dipertaruhkan bukan hanya nama baik Trenggalek — tapi juga wibawa institusi hukum di negeri ini.
Catatan Redaksi:
Redaksi membuka ruang bagi klarifikasi dari pihak Polres Trenggalek, Polda Jawa Timur, maupun pihak-pihak yang disebutkan dalam laporan ini. Prinsip keberimbangan dan hak jawab adalah bagian dari komitmen kami untuk menyampaikan berita secara adil.
