Probolinggo, 19 Juni 2025 – Sebuah video berdurasi 17 detik yang berisi dugaan ajakan oknum anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Pakuniran, Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo, untuk mengusir seorang wartawan viral di media sosial. Wartawan bernama Dodon Haryanto tersebut telah tinggal dan menjalankan tugas jurnalistik di desa tersebut selama lebih dari sembilan tahun.
Dalam video yang viral tersebut, oknum BPD diduga menyerukan kepada warga Desa Margoayu agar mengeluarkan Dodon dari desa karena aktivitas jurnalistiknya yang mengungkap dugaan penyalahgunaan anggaran desa Pakuniran. Pernyataan yang dinilai provokatif ini menuai kecaman luas karena dianggap intimidasi terhadap kebebasan pers dan hak konstitusional warga negara.
Hak Konstitusional Warga Negara Tidak Bisa Diabaikan
Menurut Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, setiap warga negara Indonesia berhak untuk bebas bertempat tinggal dan mendapat perlindungan atas martabatnya. Dodon Haryanto yang memiliki KTP elektronik dan domisili resmi di desa Pakuniran tidak dapat dipaksa keluar secara sepihak tanpa prosedur hukum yang jelas.
Lebih lanjut, UU Administrasi Kependudukan (UU No. 23 Tahun 2006 jo. UU No. 24 Tahun 2013) menegaskan bahwa hak atas tempat tinggal dan pencatatan administrasi kependudukan wajib dihormati dan dilindungi oleh negara. Kepala desa dan perangkat desa tidak memiliki kewenangan untuk mengusir warga secara ilegal.
Ancaman Hukum Bagi Pelaku Intimidasi
Jika terbukti memaksa atau mengusir warga secara tidak sah, pelaku dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan KUHP Pasal 333 ayat (1) tentang perampasan kemerdekaan seseorang, dengan ancaman hukuman hingga 8 tahun penjara. Selain itu, UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa mewajibkan kepala desa menjaga kerukunan masyarakat dan melarang penyalahgunaan wewenang.
Pernyataan Dodon Haryanto
Dodon menegaskan, “Saya menjalankan tugas jurnalistik sebagai kontrol sosial guna mengungkap dugaan kebobrokan regulasi keuangan desa yang merugikan masyarakat kecil. Bukannya mendapat respon positif, saya justru diusir melalui provokasi oknum-oknum desa.”
Kecaman dari Organisasi Pers
M. Suhri, Ketua Forum Wartawan Mingguan Probolinggo (F-Wamipro), menyatakan sikap tegasnya terhadap peristiwa ini. “Video provokasi pengusiran ini mencoreng marwah jurnalistik di Probolinggo. Kami akan tindak lanjuti dengan melaporkan oknum BPD yang bersangkutan,” ujarnya.
Kuasa hukum Dodon, Fery Amirairulah SH., menegaskan akan mengawal proses hukum kasus ini sampai tuntas guna menjamin perlindungan kebebasan pers.
Solidaritas Media dan Jurnalis Jawa Timur
Sejumlah media dan jurnalis di wilayah Jawa Timur, khususnya Surabaya, siap melaporkan kasus ini ke Polda Jatim sebagai bentuk solidaritas menjaga kebebasan pers dan mendukung profesionalisme jurnalistik.
Catatan Redaksi:
Kasus ini mengingatkan pentingnya penghormatan terhadap hak konstitusional warga dan kebebasan pers yang dijamin undang-undang Indonesia. Intimidasi dan pengusiran wartawan bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak fungsi pers sebagai kontrol sosial dan pilar demokrasi.
Perangkat desa, termasuk BPD dan LMDH, harus memahami batas kewenangan dan menghormati hak setiap warga tanpa diskriminasi. Penyelesaian persoalan apapun harus melalui mekanisme hukum dan transparansi, bukan dengan intimidasi.
Redaksi mengajak seluruh pihak untuk menghormati profesi jurnalistik dan memberikan ruang bagi pers untuk menjalankan fungsi pengawasan demi kemajuan dan keadilan masyarakat.
(Redaksi/Tim Media/**)