Jombang — Mata publik kembali dibuat terbelalak. Praktik mafia solar subsidi di Jombang bukan lagi sekadar dugaan, melainkan operasi besar yang berjalan terang-terangan, brutal, dan diduga melibatkan jaringan terstruktur yang sudah lama menancapkan akarnya.
Apa yang terungkap ini bukan hanya penyelewengan, tetapi kejahatan ekonomi yang merampok uang negara ratusan juta rupiah setiap hari.
Mafia Solar Beraksi di Siang Bolong
Truk Kabur Saat Disorot Kamera, Aparat Masih Bungkam
Dua truk bak terbuka berwarna kuning bernopol AB 8760 DD dengan santainya mengisi drum raksasa berkapasitas ribuan liter di sebuah SPBU di Jombang. Transaksi dilakukan terbuka, tanpa rasa takut, tanpa pengawasan berarti. Bahkan satu truk biru AG 8324 AA antre di belakang menunggu giliran.
Semua berjalan mulus — hingga kamera wartawan muncul. Seketika itu pula para sopir langsung tancap gas, melarikan diri bak maling yang tertangkap basah.
Fakta ini menampar logika publik:
Bagaimana mungkin aktivitas ilegal semudah itu dilakukan tanpa ada satu pun petugas SPBU menegur? Apakah pengawasan Pertamina dan aparat hanya sekadar formalitas?
Modus Rapi dan Terstruktur: Operasi 16 Ton Per Hari
Informasi dari sumber internal mengungkap fakta lebih gelap. Empat armada tersebut bukan pemain kecil. Mereka diduga menjalankan operasi terorganisir:
- Setiap truk memuat dua drum besar
- Melakukan pengisian dua kali sehari
- Berpindah-pindah di berbagai SPBU
- Sudah beroperasi sejak Agustus 2025
“Total solar yang mereka sedot bisa mencapai 16 ton per hari,” ujar sumber.
Ini bukan operasi dadakan — ini adalah industri kejahatan.
Keuntungan Mafia Mencapai Rp270 Juta Per Hari
Negara Dikeruk Tanpa Ampun
Harga solar subsidi Rp16.800/liter.
16 ton ≈ 18.608 liter = Rp126,5 juta per hari.
Solar yang dicuri kemudian dijual sebagai solar industri Rp21.350/liter → menghasilkan sekitar Rp397 juta.
Artinya, pelaku meraup lebih dari Rp270 juta per hari.
Dalam sebulan mereka bisa mengantongi Rp8 miliar lebih.
Sementara itu, rakyat kecil harus antre, sementara nelayan dan petani sering tidak kebagian jatah.
Ada Dua Gudang Besar: Kabuh dan Mojoagung
Solar Mengalir ke Surabaya–Pasuruan
Sumber yang sama menyebut:
- Gudang utama berada di Kabuh, dikendalikan oknum berinisial Yu.
- Gudang lainnya berada di Mojoagung, dikendalikan Ud.
Solar hasil penimbunan dialirkan secara rutin ke wilayah Surabaya dan Pasuruan. Jaringan ini bekerja seperti kartel: terstruktur, rapi, dan jelas bukan tanpa “bekingan”.
Respons Terduga Pelaku: Tidak Menyangkal, Justru Memohon Berita Jangan Dinaikkan
Saat dikonfirmasi, Yu membenarkan bahwa truk-truk itu memang miliknya. Namun bukannya memberi klarifikasi, ia justru meminta agar informasi ini tidak dipublikasikan.
“Nggeh pripun, Mas… minta tolong dibantu nggeh,” tulisnya.
Sikap ini semakin menguatkan dugaan bahwa ada sesuatu yang sengaja ditutup-tutupi.
Aparat dan Pertamina Kompak Bungkam
Publik Bertanya: Ada Apa?
Hingga saat ini, baik kepolisian maupun Pertamina tidak memberikan pernyataan apa pun.
Padahal skema kejahatan ini sudah jelas, buktinya terang-benderang, bahkan pelaku tidak menyangkal kepemilikan armada.
Diamnya aparat justru menambah kecurigaan publik:
Apakah jaringan ini dilindungi? Apakah ada oknum yang mendapat bagian?
Kasus seperti ini tidak mungkin berjalan lama tanpa ada yang membekingi.
Para Pelaku Bisa Dijerat Pasal Berat:
Penjara 6 Tahun & Denda Rp60 Miliar
Penyalahgunaan BBM bersubsidi termasuk tindak pidana khusus dengan ancaman hukuman sangat berat.
1. UU Migas No. 22 Tahun 2001 – Pasal 55
Menyalahgunakan BBM subsidi:
- Penjara maksimal 6 tahun
- Denda maksimal Rp60 miliar
2. Pasal 53 huruf d UU Migas
Mengangkut/menyimpan/menjual BBM tanpa izin:
- Penjara 3 tahun
- Denda Rp30 miliar
3. Pasal 480 KUHP – Penadahan
Menjual barang hasil kejahatan:
- Penjara 4 tahun
4. Pasal 55 & 56 KUHP – Penyertaan
Semua yang membantu, memfasilitasi, atau memerintah dapat dihukum setara dengan pelaku utama.
Penutup:
Kasus Ini Tidak Boleh Menguap
Skandal solar subsidi di Jombang bukan lagi isu kecil. Ini adalah praktik mafia yang merampas hak rakyat dan merusak perekonomian negara.
Jika dibiarkan, jaringan ini akan terus membesar, melibatkan lebih banyak oknum, dan menancapkan cengkeramannya semakin kuat di bawah tanah.
Publik kini menuntut tindakan nyata, bukan sekadar wacana.
Negara tidak boleh kalah dari mafia.
