Jakarta – Dewan Pakar Forum Pers Independent Indonesia (FPII), Lilik Adi Gunawan, S.H., menegaskan bahwa Dewan Pers telah menyalahgunakan kewenangannya dengan memonopoli industri pers di Indonesia. Menurutnya, banyak organisasi wartawan, perusahaan media, dan jurnalis independen yang mengalami kriminalisasi akibat regulasi sepihak yang dibuat oleh Dewan Pers tanpa dasar hukum yang jelas.
“Dewan Pers telah bertindak melebihi kewenangannya dengan mewajibkan verifikasi media, Uji Kompetensi Wartawan (UKW), serta mengeluarkan rekomendasi yang berujung pada kriminalisasi wartawan yang tidak tunduk pada aturan mereka. Padahal, tidak ada satu pun pasal dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999 yang memberi mereka hak untuk melakukan ini!” tegas Lilik Adi Gunawan, S.H., saat dikonfirmasi awak media pada Senin, (10/3/2025).
Atas dasar itu, ia mendorong Dewan Pers Independen (DPI) untuk mengambil langkah hukum melalui judicial review guna membatalkan aturan-aturan yang dinilai diskriminatif dan merugikan kebebasan pers di Indonesia.
Monopoli Dewan Pers Rugikan Wartawan dan Media Independen
Fakta menunjukkan bahwa selama bertahun-tahun, banyak jurnalis dan media alternatif yang menghadapi kriminalisasi, pemidanaan, serta pemblokiran usaha akibat regulasi sepihak dari Dewan Pers. Beberapa kasus nyata yang mencerminkan ketidakadilan ini antara lain:
- Kriminalisasi Wartawan
Banyak wartawan independen yang dipolisikan, didakwa, bahkan dipenjara karena tidak memiliki UKW atau medianya tidak terverifikasi oleh Dewan Pers. Dalam beberapa kasus, Dewan Pers juga mengeluarkan rekomendasi kepada aparat penegak hukum untuk menindak media yang tidak mereka akui. - Pemberangusan Media Alternatif
Sejumlah perusahaan pers dan organisasi wartawan dianggap ilegal hanya karena tidak masuk dalam daftar verifikasi Dewan Pers. Akibatnya, mereka kesulitan menjalankan kegiatan jurnalistik secara profesional. - Regulasi Tidak Jelas dan Diskriminatif
UU Pers No. 40 Tahun 1999 sama sekali tidak mewajibkan wartawan atau media untuk mengikuti verifikasi atau UKW. Namun, Dewan Pers seolah-olah menjadi regulator yang menentukan mana media yang sah dan mana yang tidak, tanpa dasar hukum yang jelas.
Dewan Pers Tidak Memiliki Dasar Hukum untuk Memverifikasi Media dan Wartawan
Menurut Lilik Adi Gunawan, kewenangan Dewan Pers untuk melakukan verifikasi media dan wartawan sangat lemah secara hukum.
“Pasal 15 UU Pers No. 40 Tahun 1999 hanya menyebutkan bahwa Dewan Pers bertugas untuk mengembangkan kemerdekaan pers, bukan membatasi atau mengontrol wartawan,” ujarnya.
Selain itu, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 38/PUU-IX/2011 telah menegaskan bahwa pers tidak boleh dimonopoli oleh satu lembaga saja. Oleh karena itu, DPI didorong untuk menggugat aturan Dewan Pers melalui judicial review di Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dewan Pers Diduga Terima Dana Publik, BPK dan KPK Harus Audit
Selain monopoli regulasi, Dewan Pers juga diduga menerima anggaran besar dari negara. Namun, penggunaannya tidak transparan dan tidak memberikan manfaat nyata bagi wartawan.
“Dana miliaran rupiah dikucurkan untuk Dewan Pers setiap tahun, tetapi lebih banyak digunakan untuk seremoni seperti Hari Pers Nasional (HPN), bukan untuk meningkatkan kesejahteraan jurnalis,” ujar Lilik.
Karena itu, ia mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengaudit penggunaan dana Dewan Pers guna memastikan tidak ada penyalahgunaan anggaran publik.
“Kita harus mempertanyakan ke mana aliran dana ini? Jangan sampai ada indikasi korupsi dalam pengelolaannya,” tambahnya.
Dewan Pers Independen (DPI) Harus Jadi Alternatif
Sebagai solusi, Lilik Adi Gunawan menegaskan bahwa DPI harus hadir sebagai lembaga alternatif yang lebih demokratis dalam membela hak wartawan dan perusahaan pers yang selama ini ditekan oleh regulasi Dewan Pers.
Berikut langkah-langkah strategis yang harus diambil DPI untuk melawan monopoli Dewan Pers:
- Mengajukan Judicial Review ke MA dan MK untuk membatalkan aturan Dewan Pers yang bertentangan dengan UU Pers.
- Membentuk Standar Verifikasi Media Sendiri tanpa diskriminasi terhadap media alternatif.
- Melaporkan Dewan Pers ke Ombudsman RI dan Komnas HAM atas dugaan pelanggaran kebebasan pers.
- Menggalang Dukungan Nasional dan Internasional dari organisasi pers dunia seperti Reporters Without Borders (RSF) dan Committee to Protect Journalists (CPJ).
- Menuntut Audit Keuangan Dewan Pers oleh BPK dan KPK guna memastikan tidak ada penyalahgunaan dana publik.
Saatnya Wartawan dan Media Bangkit, Lawan Monopoli Dewan Pers!
Pernyataan Dewan Pakar FPII ini diharapkan dapat membangkitkan semangat para wartawan independen dan organisasi pers alternatif yang selama ini ditekan oleh Dewan Pers.
- Wartawan tidak butuh izin dari Dewan Pers untuk menjalankan tugas jurnalistiknya.
- Perusahaan pers tidak wajib terverifikasi oleh Dewan Pers agar sah beroperasi.
- Dewan Pers bukan penguasa pers, mereka harus dilawan jika menindas wartawan.
“Kita harus bersatu! Jangan biarkan Dewan Pers menguasai dan membungkam kebebasan pers di Indonesia. Jika kita tidak melawan sekarang, maka masa depan jurnalisme di negeri ini akan semakin terancam!” pungkas Lilik Adi Gunawan.
(Tim/Red)
Sumber: Dewan Pakar Forum Pers Independent Indonesia (FPII)
#BebaskanPers #LawanMonopoliDewanPers #DewanPersIndependen #AuditDewanPers