**Sidoarjo –** Zulmi Noor Hasani, kandidat Calon Bupati Probolinggo untuk periode 2024-2029, dan Dini Rahmania, anak dari terdakwa Hasan Aminuddin, hadir sebagai saksi pada sidang kasus dugaan korupsi gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan orang tua mereka, Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin. Sidang yang digelar pada Kamis, 7 November 2024, di Pengadilan Tipikor Surabaya tersebut merupakan lanjutan dari kasus yang telah bergulir sejak 2013.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan keduanya terkait dengan dakwaan pembelian tanah dan aset yang diduga menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi. Dalam surat dakwaan JPU KPK, terungkap bahwa orang tua Dini Rahmania dan Zulmi Noor Hasani, yaitu Puput Tantriana Sari (Bupati Probolinggo periode 2013-2018) dan Hasan Aminuddin (anggota DPR RI, mantan Bupati Probolinggo, serta anggota DPRD Probolinggo) telah melakukan pembelian aset tanah yang harga tercatat jauh lebih rendah dari nilai sesungguhnya, dengan menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil korupsi.
Beberapa transaksi yang disebutkan dalam surat dakwaan termasuk pembelian tanah yang dilakukan oleh Zulmi Noor Hasani pada 2014, 2016, dan 2019, yang semuanya memiliki selisih harga mencolok antara harga yang tercatat dalam dokumen jual beli dan harga sebenarnya. Pada 2014, Zulmi membeli tanah di Kelurahan Sidomukti dengan harga tercatat Rp275 juta, padahal harga sebenarnya adalah Rp400 juta. Pembayaran dilakukan secara tunai dan kepemilikan sertifikat tanah atas nama Zulmi Noor Hasani.
Kasus ini semakin rumit ketika disebutkan bahwa Dini Rahmania, pada tahun 2013, membeli tanah dengan harga tercatat Rp15 juta, meskipun harga sebenarnya adalah Rp140 juta. Pembelian tanah lainnya juga ditemukan dalam transaksi pada tahun 2014, 2017, hingga 2021, yang semuanya melibatkan transaksi pembelian dengan harga yang jauh lebih rendah dari nilai sebenarnya, dan dalam beberapa kasus, pembayarannya dilakukan secara tunai atau transfer dalam beberapa tahap.
Menurut JPU KPK, seluruh transaksi ini mencurigakan dan dapat dikategorikan sebagai upaya untuk menyembunyikan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Harta yang dimiliki oleh para terdakwa, yang tercatat dalam sejumlah laporan, termasuk investasi pada obligasi negara, tanah, kendaraan, dan polis asuransi, mencapai nilai lebih dari Rp100 miliar, dan semuanya diduga merupakan hasil dari tindak pidana yang dilakukan selama Puput Tantriana Sari menjabat sebagai Bupati Probolinggo.
Pada akhir dakwaan, JPU KPK menjelaskan bahwa terdapat upaya sistematis untuk menyembunyikan dan menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana korupsi, yang diduga melibatkan pengelolaan keuangan daerah dan wewenang yang dimiliki oleh kedua terdakwa selama menjabat. Terkait dengan hal ini, sejumlah aset yang dimiliki, termasuk tanah, kendaraan, hingga emas, semuanya dicatatkan atas nama keluarga terdekat, termasuk Zulmi Noor Hasani dan Dini Rahmania.
Sidang ini mencuatkan kembali isu besar tentang korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di Kabupaten Probolinggo, serta keluarga mereka yang diduga terlibat dalam tindak pidana pencucian uang untuk menyembunyikan sumber kekayaan mereka. Ke depannya, sidang ini akan terus berlanjut untuk mengungkap lebih lanjut dugaan peran serta orang-orang terdekat para terdakwa dalam praktik-praktik ilegal yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. (Red)