RADARNKRI, Jakarta – Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Marullah Matali, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penyalahgunaan wewenang, nepotisme, dan praktik koruptif yang melibatkan anak, keponakan, serta orang-orang dekatnya di lingkup birokrasi Pemprov DKI.
Dalam laporan yang kini beredar luas, Marullah diduga mengangkat anak kandungnya, Muhammad Fikri Makarim alias Kiky, sebagai tenaga ahli Sekda. Penunjukan ini bukan hanya dinilai menabrak aturan internal Pemprov, tetapi juga dianggap mencederai etika pemerintahan yang bersih dan profesional.
Tak berhenti di situ. Setelah diangkat, Kiky disebut langsung mendapat ruang kerja khusus yang berdampingan dengan ruang ayahnya. Ia diduga bertindak bak “penguasa bayangan” di Balai Kota. Dalam posisinya, Kiky dituduh melakukan intimidasi terhadap direktur utama BUMD dan kepala SKPD. Pemenang tender proyek pun disebut-sebut tak bisa lolos tanpa restu darinya. Ia juga dilaporkan memaksa penunjukan perusahaan tertentu sebagai penyedia asuransi bagi nasabah Bank DKI dan BUMD lainnya.
Lebih mencengangkan, Kiky diduga menekan Dirut Jakpro agar seluruh pengelolaan asuransi aset diserahkan kepada pihak yang ia tunjuk. Tekanan serupa disebut dialami oleh BUMD lain di Jakarta.
Tak hanya anak, Marullah juga diduga menempatkan keponakannya, Faisal Syafruddin, sebagai Plt Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD). Faisal sebelumnya menjabat Kepala Suku BPAD Jakarta. Ia dilaporkan memerintahkan anak buahnya menyetor dana secara berkala dengan dalih “pengamanan hukum” kepada aparat kepolisian dan kejaksaan. Bahkan, Faisal disebut menguasai empat mobil dinas, melampaui jatah resmi satu unit untuk kepala OPD.
Skandal tak berhenti pada lingkaran keluarga. Marullah juga disebut mengangkat kerabat dekatnya, Chaidir, menjadi Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Chaidir—yang sebelumnya menjabat Wakil Wali Kota Jakarta Pusat—dituding membuka praktek jual beli jabatan secara terstruktur. Promosi ke eselon 3 dibanderol Rp300 juta, eselon 4 sebesar Rp150 juta, dan mutasi ASN dari kementerian ditarif Rp250 juta.
Menanggapi laporan tersebut, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima aduan masyarakat terhadap Marullah dan jaringannya.
“KPK akan menelaah dan menindaklanjuti informasi yang telah disampaikan, termasuk melakukan pengumpulan bahan keterangan secara proaktif,” kata Budi kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025).
Namun, Budi menyebut proses aduan masih bersifat tertutup. “Kami hanya memberikan perkembangan kepada pelapor, dan akan berkomunikasi jika dibutuhkan informasi lanjutan,” ujarnya.
Jika tuduhan-tuduhan ini terbukti, skandal Marullah bisa menjadi salah satu contoh paling terang tentang bagaimana kekuasaan di birokrasi digunakan sebagai alat membangun dinasti kecil—yang menggerus nilai-nilai integritas, meritokrasi, dan keadilan dalam pelayanan publik.*(PIN)