Opini  

Kiai Said, Ungkap Hubungan China dan Indonesia Sejak Zaman Nusantara

Jakarta | China sudah sejak lama datang ke Nusantara. Suatu ketika, utusan China datang menemui Kertanegara, Raja Singosari. Namun utusan itu mendapat perlakuan yang tidak pantas, yakni dipotong telinganya. Mendapati kabar demikian, Kaisar China berang. Ia mengirim 20 ribu pasukannya untuk membalas dendam kepada Raja Singosari itu. Mereka dipimpin oleh tiga jenderal Muslim.

“Pimpinannya tiga Jenderal Muslim semua,” terang KH Said Aqil Siroj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat menyampaikan sambutan pada bedah buku Islam Indonesia dan China, Pergumulan Santri Indonesia di Tiongkok, di Gedung PBNU lantai 8, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Rabu (17/7).

Namun, pasukan tersebut tidak lagi mendapati Kerajaan Singosari. Saat bertemu dengan pasukan dari Cirebon yang dipimpin Raden Wijaya, mereka diberi informasi olehnya bahwa Kerajaan Singosari sudah bubar karena dikalahkan oleh Doho. “Eh Pasukan China ketemu dengan seorang dari Cirebon namanya Raden Wijaya. Raden Wijaya ngomong, ‘Anda ke sini mau balas dendam ke Singosari kan? Sudah gak ada Singosarinya, bubar. Dikalahkan oleh Jaya Katuwang Doho’,” ujar Kiai Said menceritakan percakapan Raden Wijaya dengan pasukan China.

Setelah mengabari hal tersebut, Raden Wijaya mengajak 20 ribu pasukan China untuk melawan Doho. “Akhirnya dia mengajak menyerang bareng Doho. Doho kalah dan Raden Wijaya menjadi raja Majapahit pertama, Brawijaya pertama,” cerita Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta Selatan itu. Dari situlah muncul Kerajaan Majapahit. Kiai Said mengungkapkan bahwa tanpa pasukan China, tidak ada Majapahit. “Puncaknya Majapahit adalah Hayam Wuruk dengan Patih Gajah Mada,” jelasnya.

Gajah Mada merupakan seorang patih besar yang memiliki ambisi besar, yakni ingin menyatukan semua kepulauan dari Srilangka, Filipina Selatan, hingga yang saat ini Indonesia. Keinginan tersebut terkenal dengan Sumpah Palapa. “Sumpah Palapa inilah yang menginspirasi manifesto Sumpah Pemuda 1928,” ujarnya. Sumpah Pemuda itu menginspirasi lahirnya Proklamasi di 17 tahun setelahnya.

Karenanya, Kiai Said mengatakan bahwa tanpa Sumpah Pemuda, tidak ada Proklamasi. Tanpa Gajah Mada, tidak ada Sumpah Pemuda. Tanpa Majapahit tidak ada Gajah Mada. Tanpa China, tidak ada Majapahit. “Jadi kesimpulannya, tanpa pasukan China, tidak ada Negara Republik Indonesia,” pungkasnya.

(Syakir NF/Abdullah Alawi)