TANGERANG – Realisasi gaji tenaga kebersihan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tangerang diduga telah mengalami praktik mark up yang merugikan keuangan negara. Dugaan tersebut terungkap setelah Tim DPD Gabungnya Wartawan Indonesia (GWI) Provinsi Banten, yang dipimpin oleh Syamsul Bahri, melakukan investigasi. Sebelumnya, tim tersebut telah melayangkan surat konfirmasi kepada Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan Kabupaten Tangerang, namun tidak mendapatkan respons yang memadai.
Menurut Syamsul Bahri, dugaan mark up tersebut semakin kuat setelah pihaknya tidak mendapat tanggapan dari pejabat yang berwenang. “Kami sudah melayangkan surat konfirmasi, namun Kabid yang menangani kegiatan ini tidak memberikan jawaban. Hal ini menimbulkan kesan bahwa mereka takut jika masalah ini tercium publik,” ungkap Syamsul saat diwawancarai di kantornya di Tangerang Kota.
Syamsul Bahri menyatakan bahwa data yang mereka peroleh dapat dipertanggungjawabkan, dan dalam waktu dekat akan membawa kasus ini ke ranah hukum. “Tidak ada tempat bagi oknum-oknum ini untuk menghindar dari jeratan hukum. Dugaan korupsi adalah musuh negara dan musuh bersama,” tegasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, ada beberapa kegiatan yang diduga mengalami mark up, yang berpotensi merugikan negara, di antaranya:
1. **Belanja Jasa Tenaga Kebersihan UPT I-IX** dengan nilai pagu Rp8.162.700.000.
2. **Belanja Jasa Tenaga Kebersihan (Honor Pengawas TPS 3R)** dengan nilai pagu Rp375.000.000.
3. **Belanja Jasa Pengolahan Sampah UPT I-IX** dengan nilai pagu Rp7.821.500.000.
4. **Belanja Jasa Tenaga Kebersihan Bidang PSLB3** dengan nilai pagu Rp675.000.000.
5. **Belanja Jasa Pengolahan Sampah Bidang PSLB3** dengan nilai pagu Rp5.690.000.000.
Jumlah total belanja untuk gaji tenaga kebersihan tahun 2022 mencapai Rp24.086.700.000, yang terbagi dalam beberapa kategori. Salah satunya adalah **Belanja Jasa Tenaga Kebersihan UPT I-IX** yang seharusnya menganggarkan gaji untuk 350 orang tenaga kebersihan, namun dalam praktiknya, tercatat sebanyak 619 orang yang menerima gaji, sehingga menimbulkan dugaan mark up sebesar Rp9.566.700.000.
Selain itu, **Honor Pengawas TPS 3R** yang awalnya diperkirakan untuk 27 orang, namun yang tercatat sebanyak 54 orang, juga menambah potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp675.000.000. Begitu pula pada **Belanja Jasa Pengolahan Sampah Bidang PSLB3**, yang diasumsikan seharusnya mempekerjakan 120 orang, namun tercatat lebih dari jumlah yang dibutuhkan, menambah dugaan mark up hingga Rp2.090.000.000.
Secara keseluruhan, dugaan mark up pada kegiatan-kegiatan tersebut mencapai Rp12.331.700.000. “Kami akan segera melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi Provinsi Banten. Saya mengajak rekan-rekan media serta berbagai Ormas dan LSM untuk mendampingi kami dalam laporan ini,” ujar Syamsul Bahri menutup wawancara.
Kasus ini kini tengah menunggu tindak lanjut dari aparat penegak hukum, untuk memastikan apakah terjadi penyalahgunaan anggaran negara yang merugikan kepentingan publik. (Tim/Red/**)