Ada Apa dengan Regulasi di Provinsi Kalteng? Organisasi Tanpa AHU Malah Dihadiri Pejabat: Ketua Umum LIN Mengkrik Staf Ahli Gubernur, Sebut Sebagai Puncak Kelalaian Birokrasi

Ada Apa dengan Regulasi di Provinsi Kalteng? Organisasi Tanpa AHU Malah Dihadiri Pejabat: Ketua Umum LIN Mengkrik Staf Ahli Gubernur, Sebut Sebagai Puncak Kelalaian Birokrasi

Palangka Raya — Pertanyaan besar kini menggantung di publik: Ada apa sebenarnya dengan regulasi di Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah? Bagaimana mungkin sebuah organisasi yang tidak memiliki AHU resmi justru mendapatkan kehadiran pejabat setingkat Staf Ahli Gubernur dalam acara pelantikan pengurusnya?

Insiden kontroversial ini meledak setelah Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Hamka, menghadiri pelantikan pengurus Lembaga Investigasi Negara (LIN) versi tidak sah di Aula KNPI Palangka Raya, Rabu (19/11/2025). Kehadirannya langsung menuai kritik keras dari Ketua Umum LIN yang sah secara hukum menurut Kemenkumham, R.I Wiratmoko.

Wiratmoko menyebut tindakan Hamka sebagai puncak kelalaian birokrasi dan kegagalan etika pejabat publik.

“Ini bukan kesalahan kecil. Ini bukti bahwa ada pejabat publik yang bekerja tanpa verifikasi, tanpa kehati-hatian, dan tanpa menghormati hukum negara,” tegas Wiratmoko.

Menurutnya, mustahil seorang pejabat dengan jabatan staf ahli tidak memahami dasar paling sederhana dalam administrasi: legalitas organisasi.

“Jika Staf Ahli Gubernur saja tidak mampu membedakan mana organisasi yang sah dan mana yang tidak, itu bukan lagi soal miskomunikasi — itu bukti runtuhnya profesionalitas birokrasi,” ujarnya.

LIN yang Sah Punya AHU Resmi — Lalu Mengapa Pemprov Bertindak Sebaliknya?

Wiratmoko kembali menegaskan bahwa Lembaga Investigasi Negara yang sah telah mendapatkan pembaruan AHU terbaru dari Kemenkumham dengan Nomor AHU-0000886.AH.01.08. Tahun 2025, tertanggal 27 Mei 2025.

“Dokumen ini resmi, jelas, dan legal. Tidak ada celah perdebatan. Lalu mengapa seorang pejabat provinsi bisa berperilaku seolah tidak ada data?” katanya.

Lebih mengejutkan lagi, Wiratmoko mengungkap bahwa Kesbangpol Provinsi Kalimantan Tengah telah menerima pemberitahuan resmi dari LIN pada 28 Juli 2025.

“Kalau setelah pemberitahuan resmi masih muncul alasan ‘tidak tahu’, itu hanya mengarah pada dua hal: pejabat tidak membaca laporan, atau sengaja mengabaikannya. Dua-duanya mencoreng nama pemerintah daerah,” kritiknya pedas.

“Legitimasi Semu” dan Kerusakan Kepercayaan Publik

Menurut Wiratmoko, tindakan Hamka bukan hanya kesalahan prosedural, tetapi memiliki dampak besar.

“Kehadiran pejabat itu simbol legitimasi. Ketika pejabat hadir di acara organisasi tak sah, itu sama saja memberikan cap legalitas palsu kepada pihak yang tidak berhak,” jelasnya.

Ia menilai tindakan ini sebagai kelalaian fatal yang menggerus kepercayaan publik terhadap integritas pemerintah provinsi.

Cermin Rapuhnya Pengawasan Internal Pemprov Kalteng

Wiratmoko tidak menahan diri dalam mengkritik kondisi birokrasi Pemprov Kalteng.

“Jika staf ahli saja tidak bisa memverifikasi legalitas organisasi, lalu siapa yang bisa diandalkan? Apa fungsi jabatan itu kalau tugas dasar seperti mengecek regulasi saja tidak dilakukan?” sindirnya.

Ia menyebut insiden ini sebagai bukti nyata rapuhnya filter dan kontrol internal di lingkungan Pemprov Kalteng.

Desakan Tegas kepada Gubernur Kalteng

Wiratmoko mendesak Gubernur Kalteng untuk mengambil sikap tegas.

“Kalau pejabat seperti ini dibiarkan tanpa sanksi, pemerintah seolah-olah sedang memberi pesan bahwa ketidakpahaman hukum adalah hal yang boleh terjadi. Itu sangat berbahaya,” katanya.

Ia menegaskan, jabatan staf ahli bukanlah jabatan seremonial yang cukup diisi dengan hadir dan tersenyum di podium.

“Jabatan staf ahli bukan penghargaan. Itu tanggung jawab besar. Jika tanggung jawab ini gagal dijalankan, publik berhak mempertanyakan apakah pejabat seperti ini masih layak dipertahankan.”

Kini Publik Menunggu Tindakan Nyata

Kasus ini berkembang menjadi simbol bobroknya tata kelola informasi dan lemahnya disiplin hukum di lingkungan Pemprov Kalteng. Masyarakat kini menuntut jawaban:

Mengapa pejabat pemerintah provinsi menghadiri acara organisasi tanpa legalitas?
Siapa yang bertanggung jawab?
Dan sampai kapan kekacauan regulasi ini dibiarkan?

Publik tidak lagi menunggu klarifikasi panjang — yang dibutuhkan adalah tindakan nyata, bukan alasan, bukan pembelaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *