Pertambangan Tanpa Izin (PETI) masih menjadi masalah serius di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Triwulan-3 tahun 2021, terdapat lebih dari 2.700 lokasi PETI tersebar di berbagai wilayah. PETI batubara tercatat sebanyak 96 lokasi, sementara PETI mineral mencapai 2.645 lokasi, dengan jumlah terbesar berada di Provinsi Sumatera Selatan.
PETI, yaitu kegiatan penambangan mineral atau batubara tanpa izin resmi, dilakukan tanpa prinsip pertambangan yang baik, menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Sunindyo Suryo Herdadi, menegaskan bahwa PETI memicu kerusakan lingkungan serta konflik sosial di masyarakat. “Kegiatan ini merusak lingkungan dan memicu konflik horisontal,” ujar Sunindyo.
PETI juga melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam pasal 158, disebutkan bahwa pelaku penambangan tanpa izin dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar. Hal ini berlaku juga bagi mereka yang melakukan produksi pada tahap eksplorasi tanpa izin resmi.
Pemerintah telah melakukan sejumlah langkah untuk menindak PETI, termasuk inventarisasi lokasi PETI, penataan wilayah, dukungan regulasi, serta upaya penegakan hukum. Langkah-langkah tersebut penting untuk mengatasi dampak negatif PETI yang meliputi kerusakan lingkungan, gangguan sosial, hingga penurunan penerimaan negara.
Dampak negatif dari PETI tidak hanya mempengaruhi lingkungan dengan kerusakan lahan, pencemaran air, dan kebakaran hutan, namun juga berdampak pada sektor sosial dan ekonomi. PETI dapat menghambat pembangunan daerah, menciptakan kesenjangan ekonomi, serta menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat akibat paparan bahan kimia berbahaya.
Sunindyo juga menambahkan bahwa bekas lahan PETI, terutama yang menggunakan metode tambang terbuka, sering kali tidak dapat dimanfaatkan kembali dan menjadi ancaman bagi lingkungan sekitarnya. “Banyak lahan bekas tambang yang tidak memiliki fasilitas pengolahan air asam, sehingga dapat mencemari air sungai,” tutupnya.
PETI yang seringkali mengabaikan aspek keselamatan kerja juga meningkatkan risiko kecelakaan tambang akibat penggunaan peralatan yang tidak standar dan minimnya penggunaan alat pelindung diri (APD).
Dengan semakin seriusnya dampak dari PETI, pemerintah berkomitmen untuk memperkuat penegakan hukum dan mengupayakan pengembangan tambang berbasis masyarakat yang sesuai regulasi agar pertambangan di Indonesia berjalan secara berkelanjutan.