APH Diminta Tindak Tegas Atas Dugaan Maraknya Solar Diselewengkan di Luwuk Banggai

Luwuk, Kabupaten Banggai – Pada tanggal 30 Mei 2024, daerah Luwuk marak dengan laporan mengenai penyelewengan distribusi solar subsidi yang tidak sesuai peruntukannya. Berdasarkan laporan dari Metroluwuk di lapangan, penyaluran solar subsidi sering kali disalahgunakan, namun sayangnya aparat penegak hukum belum mampu mengambil tindakan tegas.

Solar subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat kecil justru banyak digunakan untuk keperluan industri dan usaha besar. Hal ini disinyalir menjadi penyebab utama penyelewengan BBM jenis solar. Meski sudah ada prosedur pengawasan yang ketat, oknum-oknum tertentu masih saja memanfaatkan situasi ini.

“Perlu ada tindakan tegas oleh aparat,” ungkap seorang aktivis lingkungan dari Sulawesi Selatan. Ia menilai bahwa aparat penegak hukum (APH) melakukan pembiaran terhadap oknum yang memperjualbelikan solar subsidi. “Sudah ada prosedur pengawasan yang ketat, namun masih tetap ada oknum yang memanfaatkannya,” tambahnya.

Rizal, seorang tokoh masyarakat, menyebut bahwa distribusi BBM sudah diatur dalam Peraturan Presiden No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Penyalahgunaan BBM subsidi termasuk indikasi tindak pidana karena pendistribusiannya dilakukan secara ilegal, terlebih apabila diperjualbelikan kembali.

“Ini sudah jelas aturannya dan masalahnya berulang. Makanya kita desak aparat bisa tegas dan memberi sanksi baik kepada oknum yang terlibat maupun pengusaha yang menjual ke oknum-oknum tertentu,” tegas Rizal.

Selain itu, ditemukan pula adanya pungutan liar di SPBU 74-94728 yang terletak di kilometer 5, Jalan Dr. Moh Hatta, Kelurahan Tombang Permai. Pungutan liar ini mencapai 50 ribu rupiah per jeriken, yang disetorkan langsung ke manajemen SPBU, bukan melalui operator.

Salah satu warga setempat, yang tidak ingin disebutkan namanya, menyebutkan bahwa solar yang masuk ke SPBU tersebut dalam sehari mencapai 8 ton. Solar tersebut kemudian ditampung dan disalurkan ke beberapa perusahaan tambang dengan harga Rp. 6.800 per liter, sementara harga jual di pihak lain mencapai Rp. 14.500 hingga Rp. 19.000 per liter.

Terlihat dari foto di lokasi, sejumlah sopir truk berjejeran untuk mendapatkan solar. “Ini biasa kita antri sampai malam,” ujar Arman, salah seorang sopir.

Permasalahan penyelewengan solar subsidi di Luwuk ini diharapkan segera mendapatkan perhatian serius dari aparat penegak hukum untuk memastikan distribusi BBM sesuai dengan peruntukannya, demi menjaga hak dan kebutuhan masyarakat kecil yang memang berhak mendapatkannya.

Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, Fahrougi Andriani,Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi terus memantau penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi agar tepat sasaran. Pertamina tidak segan memberikan sanksi apabila menemukan SPBU yang melakukan kecurangan dalam bentuk apapun termasuk yang terkait BBM subsidi.

Saat ini peraturan dasar aturan konsumen dan pembelian maksimum untuk BBM Solar Subsidi adalah Peraturan Presiden No. 191 tahun 2014 dan Surat Keputusan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) No. 04/P3JBT/BPH Migas/Kom/2020. (Tim/Red/**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *