Law Firm Benteng Keadilan, Bongkar Dugaan Rekayasa Hukum dalam Kasus Tanah Bintaro

Jakarta – Law Firm Benteng Keadilan "H.M. Salahuddin, S.H., M.M. & Partners" secara resmi melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran etika profesi oleh beberapa oknum kepolisian di Polda Metro Jaya kepada Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si dan Kabareskrim Polri Komjen Pol Drs. Wahyu Widada, M.Phil. Laporan ini berkaitan dengan kasus penggelapan sertifikat tanah milik almarhum Haji Kibagus Hamzah.

Jakarta – Law Firm Benteng Keadilan “H.M. Salahuddin, S.H., M.M. & Partners” secara resmi melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran etika profesi oleh beberapa oknum kepolisian di Polda Metro Jaya kepada Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si dan Kabareskrim Polri Komjen Pol Drs. Wahyu Widada, M.Phil. Laporan ini berkaitan dengan kasus penggelapan sertifikat tanah milik almarhum Haji Kibagus Hamzah.

Kasus ini bermula pada tahun 2017 ketika Haji Kibagus Hamzah berusaha mengurus tanah keluarganya, Mislah Bin Abun, seluas 1,8 hektare di Jalan Bintaro Raya, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dalam proses ini, ia bertemu dengan Mir dan Kur yang kemudian mengenalkannya kepada seorang oknum polisi, Bripka Syl, yang bertugas di Subdit Patwal Roda 4 Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya.

Bripka Syl mengaku bisa membantu memenangkan gugatan perdata terkait tanah tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan syarat Haji Kibagus Hamzah menyediakan dana yang cukup. Karena tidak memiliki uang, Haji Kibagus Hamzah menyerahkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 04319 atas namanya sendiri, yang mencakup tanah seluas 2.102 m² dengan bangunan rumah dan sebuah SPBU Pertamina di atasnya. Syl berjanji hanya akan menggunakan sertifikat tersebut sebagai agunan dan tidak akan menjualnya tanpa izin. Namun, sertifikat itu justru diserahkan kepada BAJ melalui akta yang dibuat tanpa sepengetahuan ahli waris.

Pada tahun 2020, Haji Kibagus Hamzah meninggal dunia, dan ahli warisnya, termasuk Iskandar, Saleha Elba, Agusetiadi BSc, dan Karnopi, menanyakan keberadaan sertifikat tersebut kepada Syl. Awalnya, Syl mengklaim bahwa sertifikat masih ada di tangannya dan belum menemukan peminat. Namun, pada November 2022, para ahli waris menerima surat dari Bank Muamalat yang menyatakan bahwa tanah tersebut telah menjadi aset bank akibat penyerahan jaminan dari BAJ.

Surat dari Bank Muamalat bernomor 2539/SAM-SRT/XI/2022 mengonfirmasi bahwa tanah tersebut telah diserahkan sebagai jaminan untuk menyelesaikan hutang PT Sinergi Metal Utama dengan rincian kepemilikan atas nama BAJ. Setelah mengetahui hal ini, Iskandar mencoba menghubungi Syl yang akhirnya mengakui bahwa sertifikat telah diserahkan kepada BAJ dan digunakan sebagai jaminan hutang sebesar Rp30 miliar. Syl juga mengakui menerima Rp1,3 miliar sebagai “tanda terima kasih.”

Karena sertifikat tidak kunjung dikembalikan, ahli waris meminta perlindungan hukum dari Law Firm Benteng Keadilan. Setelah beberapa kali somasi yang tidak ditanggapi, Iskandar bersama tim kuasa hukumnya melaporkan Bripka Syl ke SPKT Polda Metro Jaya pada 21 Maret 2024 dengan tuduhan penggelapan sertifikat tanah sesuai Pasal 372 KUHP.

Namun, selama proses penyelidikan, terjadi upaya intimidasi terhadap Iskandar. Pada 9 Agustus 2024, Iskandar diajak bertemu oleh Syl di sebuah kafe di Gandaria City, Jakarta Selatan. Setibanya di lokasi, ternyata pertemuan tersebut juga dihadiri oleh BAJ, seorang notaris bernama Anh, serta tiga oknum polisi berpakaian preman. Dalam pertemuan itu, Iskandar diduga mendapat tekanan untuk menandatangani dokumen yang isinya tidak diketahui, yang belakangan diketahui sebagai surat pencabutan laporan polisi terhadap Syl.

Setelah kejadian tersebut, Iskandar menerima transfer dana sebesar Rp75 juta dari BAJ. Namun, ia menegaskan bahwa dana tersebut adalah kompensasi atas penyewaan SPBU yang belum dibayarkan, bukan sebagai bagian dari transaksi tanah. Selanjutnya, Iskandar menemukan bahwa surat pencabutan laporan polisi telah direkayasa dan dibuat dalam akta notaris pada 14 Agustus 2024.

Merasa dijebak, ahli waris bersama tim kuasa hukumnya mengajukan keberatan dan terus memperjuangkan hak mereka. Mereka menolak upaya penghentian penyelidikan yang dilakukan secara tidak transparan oleh penyidik Unit II Subdit I Kamneg Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Dalam gelar perkara yang dilakukan pada 20 Januari 2025, kuasa hukum ahli waris bahkan tidak diundang, namun justru menerima surat penghentian penyelidikan terhadap laporan mereka.

Kuasa hukum ahli waris menilai bahwa penghentian penyelidikan ini merupakan bentuk rekayasa hukum dan penyalahgunaan wewenang. Berdasarkan temuan mereka, tidak hanya terjadi penggelapan sertifikat tanah, tetapi juga dugaan pemalsuan tanda tangan dalam akta jual beli serta adanya indikasi keterlibatan oknum kepolisian dalam melindungi pihak yang terlibat dalam kasus ini.

Seiring berjalannya waktu, kasus ini terus berkembang dengan munculnya lebih banyak bukti dan dugaan keterlibatan pihak lain. Saat ini, ahli waris masih memperjuangkan hak mereka dan berharap agar proses hukum berjalan secara adil dan transparan tanpa intervensi dari pihak mana pun.

Jakarta, 14 Maret 2025
Law Firm Benteng Keadilan

H.M. Salahuddin, S.H., M.M. & Partners

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *